SELF DISCLOSURE
Self disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan, merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya. Ada beberapa dimensi-dimensi dari self disclosure, yang dibahas dibawah ini:
Kita akan membahas dimensi-dimensi self disclosure hanya menurut Joseph A. Devito (1986) yang menyebutkan ada 5 dimensi self-disclosure, yaitu (1) ukuran self-disclosure, (2) valensi self-disclosure, (3) kecermatan dan kejujuran, (4) maksud dan tujuan, dan (5) keakraban.
Kini kita mencoba untuk mendalami kelima dimensi tersebut, dengan melihat contohnya dalam hidup keseharian kita.
1) Ukuran/self-disclosure
Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri kita yang diungkapkan. Jumlah tersebut bisa dilihat berdasarkan frekuensi kita menyampaikan pesan-pesan self-disclosure atau bisa juga dengan menggunakan ukuran waktu, yakni berapa lama kita menyampaikan pesan-pesan yang mengandung self-disclosure pada keseluruhan kegiatan komunikasi kita dengan lawan komunikasi kita. Misalnya, dalam percakapan antara anak dan orang tuanya, tentu tidak sepanjang percakapan di antara keduanya yang berlangsung selama 30 menit itu bersifat self-disclosure. Mungkin hanya 10 menit saja dari waktu itu yang percakapannya menunjukkan self-disclosure, seperti saat anak menyatakan kekhawatirannya nilai rapornya jelek untuk semester ini atau tatkala di anak menyatakan tengah jatuh hati pada seseorang.
2) Valensi Self-disclosure
Hal ini berkaitan dengan kualitas self-disclosure kita: positif atau negatif. Saat kita menyampaikan siapa diri kita secara menyenangkan, penuh humor, dan menarik seperti yang dilakukan seorang tua yang berkepala botak yang menyatakan, “Inilah model rambut yang paling cocok untuk orang seusia saya.” Ini merupakan self-disclosure yang positif. Sebaliknya, apabila orang tersebut mengungkapkan dirinya dengan menyatakan, “Sudah berobat ke sana ke mari dan mencoba berbagai metode mencegah kebotakan yang ternyata bohong semua, inilah hasilnya. Ini berarti self-disclosure negatif. Dampak dari self-disclosure yang berbeda itu tentu saja akan berbeda pula, baik pada orang yang mengungkapkan dirinya maupun pada lawan komunikasinya.
3) Kecermatan dan Kejujuran
Kecermatan dalam self-disclosure yang kita lakukan akan sangat ditentukan oleh kemampuan kita mengetahui atau mengenal diri kita sendiri. Apabila kita mengenal dengan baik diri kita maka kita akan mampu melakukan self-disclosure dengan cermat. Bagaimana kita akan bisa menyatakan bahwa kita ini termasuk orang yang bodoh apabila kita sendiri tidak mengetahui sejauh mana kebodohan kita itu dan tidak bisa juga merumuskan apa yang disebut pandai itu. Di samping itu, kejujuran merupakan hal yang penting yang akan mempengaruhi self-disclosure kita. Oleh karena kita mengemukakan apa yang kita ketahui maka kita memiliki pilihan, seperti menyatakan secara jujur, dengan dibungkus kebohongan, melebih-lebihkan atau cukup rinci bagian-bagian yang kita anggap perlu. Untuk hal-hal yang bersifat pribadi, banyak orang memilih untuk berbohong atau melebih-lebihkan. Namun, self-disclosure yang kita lakukan akan bergantung pada kejujuran kita. Misalnya, kita bisa melihat perilaku orang yang hendak meminjam uang. Biasanya orang yang hendak berutang mengungkapkan permasalahan pribadinya seperti tak memiliki uang untuk belanja besok hari, anaknya sakit atau biaya sekolah anaknya. Sering pula kemudian self-disclosure dalam wujud penderitaan itu dilebih-lebihkan untuk memancing iba orang yang akan dipinjami.
4) Maksud dan Tujuan
Dalam melakukan self-disclosure, salah satu hal yang kita pertimbangkan adalah maksud atau tujuannya. Tidak mungkin orang tiba-tiba menyatakan dirinya apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu. Setidaknya, seperti dalam Kisah Ica, untuk mengurangi rasa bersalah atau untuk mengungkapkan perasaan. Inilah yang populer disebut sebagai curhat itu. Kita mengungkapkan diri kita dengan tujuan tertentu. Oleh karena menyadari adanya maksud dan tujuan self-disclosure itu maka kita pun melakukan kontrol atas self-disclosure yang kita lakukan. Orang yang melebih-lebihkan atau berbohong dalam melakukan self-disclosure pada satu sisi bisa dipandang sebagai salah satu bentuk kontrol supaya self-disclosure-nya mencapai maksud atau tujuan yang diinginkannya.
5) Keakraban
Seperti yang dikemukakan Fisher (1986:261-262), keakraban merupakan salah satu hal yang serta kaitannya dengan komunikasi self-disclosure. Apa yang diungkapkan itu bisa saja hal-hal yang sifatnya pribadi atau intim misalnya mengenai perasaan kita, tetapi bisa juga mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti pandangan kita terhadap situasi politik mutakhir di tanah air atau bisa saja antara hal yang intim/pribadi dan hal yang impersonal publik.
Berkenaan dengan dimensi self-disclosure yang disebut terakhir, kita bisa mengacu pada apa yang dinamakan Struktur Kepribadian Pete yang dikembangkan Irwin Altman dan Dalmas Taylor dengan Teori Penetrasi Sosial-nya (lihat, Griffin, 2003:134). Dalam Struktur Kepribadian Pete ini, digambarkan kepribadian manusia itu seperti bawang, yang memiliki lapisan-lapisan. Setiap lapisan itu menunjukkan derajat keakraban orang yang menjalin relasi atau berkomunikasi
kerangka Teori Penetrasi Sosial – kita menjalin hubungan dengan orang lain. Misalnya, pada tahap awal kita berbincang-bincang soal yang sifatnya umum saja. Kita bicara soal perkuliahan yang kita ikuti. Bisa juga berbincang-bincang soal selera makanan kita. Di sini kita hanya berbicara pada lapisan pinggiran dari bawang tadi yang disebut periferal. Makin lama akan makin masuk ke lapisan berikutnya. Kita mulai berbicara mengenai keyakinan agama kita, aspirasi dan tujuan hidup kita, akhirnya konsep diri kita sebagai lapis terdalam “bawang” kepribadian itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa self-disclosure tidak berlangsung secara tiba-tiba. Tidak seluruh informasi yang kita sampaikan berisikan informasi yang sifatnya pribadi. Bisa saja bercampur baur dengan informasi yang bersifat umum atau berada pada tataran periferal.
Dalam konteks ini berarti kita sudah mulai membicarakan soal kedalaman dan keluasan self-disclosure. Sejauh mana kedalaman dalam self-disclosure itu akan ditentukan oleh derajat keakraban kita dengan lawan komunikasi. Makin akrab kita dengannya maka akan makin dalam self-disclosure-nya. Selain itu, akan makin luas juga cakupan bahasan yang kita komunikasikan melalui self-disclosure itu. Ini merupakan hal yang logis. Bagaimana kita mau berbincang-bincang mengenai lapisan terdalam dari diri kita apabila kita tidak merasa memiliki hubungan yang akrab dengan lawan komunikasi kita. Apabila kita tidak akrab dengan seseorang, sebutlah dengan orang yang baru kita kenal di dalam bis maka kita akan berbincang mengenai lapisan terluar “bawang” tadi.
Begitu juga halnya dengan upaya kita membangun keakraban maka akan menuntut kita untuk berbicara mengenai diri kita. Pada awalnya tidak menyentuh lapisan terdalam melainkan lapisan yang berada agak di luar. Misalnya, kita berbicara tentang makanan yang kita sukai atau model dan warna pakaian yang digemari. Makin lama kita akan makin membuka diri apabila lawan komunikasi kita pun memberikan respons yang baik dengan juga turut membuka dirinya.
Yup, itu tadi tentang dimensi-dimensi self disclosure, lalu kita juga akan membahas
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi self disclosure.
Menurut Joseph A. Devito adalah sebagai berikut:
• Efek Diadik
Pada bahasan di atas sudah kita tegaskan bahwa self-disclosure itu bersifat timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri kita yang ditanggapi dengan keterbukaan lawan komunikasi yang membuat interaksi antara kita dan lawan komunikasi bisa berlangsung. Keterbukaan diri kita mendorong lawan komunikasi kita dalam komunikasi atau interaksi di antara dua orang (dyad) untuk membuka diri juga. Inilah yang dinamakan efek diadik itu
• Ukuran Khalayak
Tadi juga kita sudah membahas, self-disclosure itu merupakan salah satu karakteristik komunikasi antarpribadi. Oleh karena itu, self-disclosure lebih besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Alasannya sederhana saja. Jika khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan balik itu. Apabila lawan komunikasi kita memberikan respons yang baik terhadap self-disclosure kita, dengan melakukan self-disclosure juga maka proses komunikasi yang menyingkapkan diri kita itu akan terus berlangsung.
• Topik Bahasan
Kita ingat kembali lapisan bawang tadi. Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja. Makin akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara soal-soal yang sangat pribadi, misalnya kehidupan seksual kita, pada orang yang baru kita kenal atau orang yang tidak kita akrabi. Kita akan lebih memilih topik percakapan yang umum, seperti soal cuaca, politik secara umum, kondisi keuangan negara atau kondisi sosial.
• Valensi
Ini terkait dengan sifat positif atau negatif self-disclosure. Pada umumnya, manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau self-disclosure positif dibandingkan dengan self-disclosure negatif. Apalagi apabila lawan komunikasi kita bukanlah orang yang kita akrabi betul. Namun, apabila lawan komunikasi kita itu adalah orang yang sudah kita akrabi betul maka self-disclosure negatif bisa saja dilakukan.
• Jenis Kelamin
Wanita lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Bisa saja ungkapan tersebut merupakan ungkapan stereotipikal. Namun, beberapa penelitian menunjukkan ternyata wanita memang lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Meski bukan berarti pria juga tidak melakukan self-disclosure. Bedanya, apabila wanita mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai maka pria mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayainya.
• Ras, Nasionalitas, dan Usia
Ini juga bisa saja dipandang sebagai bentuk stereotip atas ras, nasionalitas, dan usia. Namun, kenyataan menunjukkan memang ada ras-ras tertentu yang lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan dengan ras lainnya. Misalnya kulit putih Amerika lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan dengan orang negro. Begitu juga dengan usia, self-disclosure lebih banyak dilakukan oleh pasangan yang berusia antara 17-50 tahun dibandingkan dengan orang yang lebih muda atau lebih tua.
• Mitra dalam Hubungan
Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman self-disclosure maka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan menentukan self-disclosure itu. Kita melakukan self-disclosure kepada mereka yang kita anggap sebagai orang yang dekat misalnya suami/istri, teman dekat atau sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan memandang bagaimana respon mereka. Apabila kita pandang mereka itu orang yang hangat dan penuh perhatian maka kita akan melakukan self-disclosure, apabila sebaliknya yang terjadi maka kita akan lebih memilih untuk menutup diri.
Setelah kita tahu tentang dimensi dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure, kita juga akan membahas tentang berbagai fungsi dari self disclosure itu.
Self disclosure memiliki berbagai fungsi yang kesemuanya menunjukan bahwa self disclosure sangat penting sebagai perilaku yang berguna bagi keberhasilan komunikasi antarpribadi. Devito mengatakan bahwa self disclosure memiliki lima fungsi :
• Memberi pengetahuan tentang diri sendiri (self)
Kita tidak mengenal diri kita sendiri seluruhnya, jika kita tidak melakukan self disclosure dengan orang lain. Dengan penyingkapan diri, kita memperoleh perspektif baru tentang diri kita sendiri, pengertian yang lebih mendalam tentang perilaku kita sendiri.
• Memberi kemampuan untuk menanggulangi masalah
Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi masalah kita, khususnya kesalahan kita, seringkali datang melalui self disclosure dan kemudian dukungan, kita akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk melihat respons positif kepada kita dan kemungkinan besar oleh berkembangnya konsep diri yang positif
• Sebagai pelepasan energi
Menyimpan rahasia pribadi dan tidak menampakannya kepada orang lain menghabiskan banyak energi dan membuat kita kehabisan energi untuk hal lainnya.
• Meningkatkan efektifitas komunikasi
Self disclosure juga membantu dalam meningkatkan efisiensi komunikasi kita akan lebih mengerti apa pesan yang dimaksudkan seseorang jika kita mengetahui orang tersebut dengan baik. Self disclosure adalah kondisi esensial untuk mengetahui tentang orang lain.
• Untuk membuat hubungan menjadi penuh arti
self disclosure diperlukan jika hubungan yang penuh arti antara dua orang akan dibentuk. Tanpa self disclosure, hubungan yang penuh arti kelihatan mustahil untuk berkembang. Memang benar bahwa suatu hubungan yang biasa saja terjalin selam 30 atau 40 tahun tanpa self disclosure. Sejumlah hubungan perkawinan berlangsung seperti ini. Contoh lain : hubungan antara tetangga yang tidak akrab dalam satu blok perumahan, hubungan antara satu buruh dan buruh lainnya dalam sebuah pabrik besar. Hubungan yang penuh arti ditandai oleh keterbukaan dan kejujuran antara satu pihak dengan pihak lainnya .
Oke teman-teman, sampai disini dulu kita membahas tentang self disclosure. Semoga bermanfaat bagi kita semua………..Amiiiiiiiin.
DAFTAR RUJUKAN:
http://massofa.wordpress.com/category/psikologi
http://kuliah.dagdigdug.com/2008/06/14/memahami-hubungan-antarpribadi
Minggu, 31 Oktober 2010
bimbingan pribadi sosial (self disclosure)
Diposting oleh Bimbingan Konseling di 14.07
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar